Minggu, 02 Januari 2011

JALUR ASYIK, INDAH, ALAMI, DAN MASIH PERAWAN


     Pendakian yang kami lakukan pada tanggal 16 – 17 Agustus 2008  melalui jalur Kaligua, yang selama ini jarang/hampir tak pernah dilalui oleh pendaki-pendaki gunung pada umumnya, membuka pikiran kami betapa indahnya jalur yang kami lalui dan betapa besar potensi potensi wisata daerah Brebes khususnya bagian Selatan apabila Pemerintah Daerah Brebes bias mempromosikannya dengan menjadikan jalur wisata Kaligua menjadi jalur resmi akses pendakian ke Gunung Slamet untuk lereng barat.
Kurang dikenalnya jalur ini disebabkan banyak faktor yang menyertai, misalnya sarana dan prasarana transportasi yang kurang memadai/sulit untuk bisa sampai di lokasi wisata/basecamp pendakian, yang disebabkan karena kondisi jalan yang jelek sehingga promosi wisata yang sudah pernah dilakukanpun seolah-olah kurang menyedot pengunjung/wisatawan untuk datang.
      Potensi wisata yang ada pada jalur pendakian Gunung Slamet lewat jalur wisata Kaligua sangat besar dan tergolong langka/tiada duanya didaerah manapun, antara lain: Telaga Ranjeng dengan ikan lelenya, Agro Wisata (perkebunan teh) Kaligua, Gardu Pandang Puncak Sakub dan yang masih belum tersentuh dan jarang dikunjungi orang seperti Hamparan Taman Wlingi, Taman Suket, Taman Krinyu, Taman Dringo lalu Sumur Penganten, yang semua itu berada ditengah hutan rimba pada jalur pendakian dan terletak tidak jauh dari Puncak Sakub.

a.    Telaga Ranjeng
      Telaga ini terletak pada ketinggian ± 1.000 m dpl dengan luas ±     Ha., memanjang ke Utara kemudian berbelok ke Timur membentuk huruf L dengan sisi kiri kanannya dikelilingi bukit yang tinggi dengan tumbuhan (flora) yang masih asli, kecuali pada sisi ujung selatan yang hanya dibatasi jalan raya di pinggir tebing vertikal yang curam dan dalam.
Telaga Ranjeng pada sore hari
Keunikan telaga alam ini adalah di samping  kontur alamnya yang unik, flora dan fauna masih terjaga keasliannya. Salah satu yang terkenal dengan telaga ini adalah “Taman Ikan Lele” . Dan yang lebih mengagumkan lagi lele yang jumlahnya beribu-ribu itu sangat jinak dengan pengunjung. Setiap pengunjung yang datang bisa memberi makan ikan lele dengan sebuah roti di atas tangan.

b.    Agro Wisata
      Dari obyek wisata telaga ranjeng ke arah Timur berjarak ± 1 km terbentang dataran tinggi yang luas dan berbukit-bukit dengan ketinggian yang berfariasi dari 1.200 M dpl sampai 1.500 M dpl. Hampir seluruh dataran ini ditanami pohon teh, yang sebagian perkebunan rakyat dan sebagian lagi milik PTP IX Kaligua. Tidak hanya itu saja, tanaman sayurpun banyak menghiasi sebagian bukit-bukitnya. Dan dukuh Kaligua sendiri terletak pada dataran yang lebih rendah dari yang lainnya, yaitu sebuah lembah dikelilingi bukit perkebunan teh, sehingga sangat indah bila dilihat dari atas sepanjang perjalanan sebelum memasuki perkampungan Kaligua tersebut.
Di Kaligua terdapat juga pabrik teh peninggalan Belanda yang sampai sekarang masih berproduksi milik PTP IX. Fasilitas yang lain yaitu sarana out bound, villa, ada juga café.

c.    Gua Jepang
      Obyek ini terletak di arah Timur Laut ± 2 km dengan jalan yang masih lebar akan tetapi tidak beraspal melainkan batu yang tertata rapi dan terbiasa untuk lalu lintas truk pengangkut teh. Gua ini terletak di salah satu cerukan bukit dan menembus bukit yang kemudian bermuara di cerukan bukit sebelahnya.
Gua ini dahulu digunakan tentara Jepang untuk tempat persembunyian. Di dalamnya gua ini membentuk sebuah labirin atau jalan yang berliku-liku dan sangat membingungkan. Setiap pengunjung yang ingin masuk harus ditemani oleh penunjuk jalan dengan penerangan sebuah lampu Petromaks. Pengunjung akan dibawa masuk dengan cara merunduk di pintu gua, dan kemudian berjalan seperti biasa setelah di dalam, karena atap di dalam gua lebih tinggi daripada di mulut gua.
Dahulu tembok gua ini masih dipenuhi balok kayu jati disepanjang dinding dan atapnya sebagai penahan runtuh, dan dipaku menggunakan pasak-pasak besi baja . Sangat disayangkan, balok penahan tersebut sudah tidak ada lagi karena di ambil dan dijual oleh oknum yang tidak bertanggung jawab pada jaman orde baru.

d.    Gardu Pandang Puncak Sakub
      Entah karena apa puncak ini dinamakan sakub. Menurut penduduk setempat, pada jaman dahulu ada orang sakti dan disegani orang yang meninggal dan dikuburkan di bukit tersebut.
Puncak Slamet ilihat dari bukit Sakub
Puncak bukit ini terletak paling ujung arah Timur Laut dan berjarak 3 km dari gua Jepang dan merupakan puncak tertinggi perkebunan teh Kaligua dan sudah berbatasan dengan hutan belantara Gunung Slamet. Bukit ini sangat terbuka dan sangat lepas pemandangannya. Di situ juga terdapat sebuah panggok (gubuk) untuk sekedar duduk-duduk menikmati pemandangan dari ketinggian melihat gunung Slamet.
Di sebelah utara bukit ini terdapat jurang menganga dengan hutan aslinya. Sebelah Timur berbatasan dengan hutan asli. Sebelah selatan adalah rangkaian puncak bukit tertinggi perkebunan teh yang berbatasan dengan hutan asli. Sebelah barat adalah hamparan perkebunan teh Kaligua.

e.    Jalur Pendakian
      Dari puncak Sakub kita memasuki hutan belantara asli (Alas Tua) lewat gerbang Gringging Bundel yaitu sebuah pohon besar di pintu masuk hutan. Di sini aroma mistis mulai terasa, karena di bawah pohon besar tersebut terdapat sesaji. Katanya setiap orang yang lewat situ harus permisi atau “Kulonuwun” yaitu dengan cara melempar uang receh berapapun di depan sesaji. Kemudian jalan langsung menuruni bukit di tengah hutan dan lima menit kemudian ketika sampai bawah bertemulah sebuah hamparan datar terbuka dengan tumbuhan yang tumbuh secara homogen yaitu tumbuhan Wlingi.

f.    Taman Wlingi
      Hamparan terbuka tersebut dinamakan Taman Wlingi oleh penduduk setempat. Tumbuhan tersebut berdaun lancip mencuat ke atas mirip pohon Nanas dan di pucuk daunnya biasanya tumbuh bunga. Tanaman ini banyak dikenal sebagai bahan pembuat tikar. Di musim penghujan biasanya taman ini tergenang air hingga sampai leher orang dewasa sehingga tidak biasa dilalui.
Taman Wlingi
Setelah melewati taman ini, kemudian kembali masuk hutan belantara dengan medan yang masih datar. Selama kurang lebih setengah jam kemudian hutan kembali sedikit terbuka  dan dijumpailah tumbuhan liar yang oleh orang daerah Brebes dikenal dengan tumbuhan krinyu/kreo. Tumbuhan ini banyak terdapat dipinggir kali atau sungai bahkan di pinggir jalan di sekitar kita. Yang membedakan hanya tumbuhan krinyu/kreo di hutan ini mempunyai ketinggian hampir 2 m sehingga kita harus merunduk di bawahnya  seperti masuk lubang gua yang sempit. Dan setelah kita melewati pohon Krinyu, kita dikejutkan oleh pemandangan di hadapan  kita sebuah tempat yang terbuka yang hanya ditanami tumbuhan sejenis yaitu alang-alang dan rerumputan

g.    Taman Suket
Taman Suket
      Orang-orang sekitar menamakan tempat ini dengan Taman Suket. Taman Suket adalah sebuah sabana yang ditumbuhi rumput ilalang yang cukup rapat dan ketat. Di sini banyak dijumpai kotoran hewan liar. Dan dilihat dari ukurannya sepertinya hewan-hewan besar yang berkeliaran di taman ini. Untuk keluar dari taman ini kita harus sekali lagi melewati pepohonan krinyu di sisi seberangnya, dan kemudian kembali masuk hutan dengan medan yang sama yaitu masih datar. Dan setengah jam kemudian kita menjumpai kembali tumbuhan krinyu/kreo akan tetapi tidak selebat di Taman Suket, dan kemudian menjumpai kembali areal terbuka menghadap gunung Slamet tepat ini hanya ditumbuhi rumput biasa dan jalan setapak mulai bercabang. Cabang yang pertama menyeberangi tempat terbuka ini, dan jalan yang satu masuk hutan melalui pojok arah tenggara taman ini dan sekitar dua ratus meter memasuki hutan kita akan menjumpai tempat terbuka berbentuk huruf L yang luasnya dua kali areal terbuka tadi dan hanya ditumbuhi tanaman Dringo (sambetan).

h.    Taman Dringo 
      Tempat ini banyak dibicarakan orang karena namanya Taman Dringo.  Sebenarnya tanaman ini merupakan tanaman obat. Biasanya kalau di kampung jika ada anak kecil sakit diberi ramuan obat dari tumbuhan ini. Atau jika ada orang kesambet (kesurupan) maka tanaman ini sebagai penangkalnya. Atau biasanya banyak dijumpai pada ibu-ibu yang sehabis bersalin atau melahirkan, ramuan tumbuhan inilah yang banyak digunakan.
Taman Dringo
Tumbuhannya seperti daun pandan, hanya kecil, tipis kasar dan tidak kaku. Jika daunnya dipotong atau disobek akan tercium aroma wangi, sedap dan hangat. Kemungkinan tumbuhan ini mengandung zat analgesik atau pereda rasa sakit ataupun penurun panas atau demam tinggi. Hal ini terbukti dengan kasus kesurupan yang biasanya orangnya mengigau atau meracau. Secara medis orang yang mengigau biasanya selain dalam keadaan tidur, kalau tidak, dalam keadaan demam tinggi. Dan tumbuhan ini banyak dimanfaatkan orang-orang pedesaan sebagai obatnya.
Sampai saat ini habitat Dringo di tempat tersebut hampir rusak dan punah dikarenakan tumbuhan ini banyak dijarah penduduk dari kabupaten Banyumas untuk bahan pembuat jamu, yang menyebrang lewat hutan dan mereka ini kebanyakan pengusaha jamu lokal. Jika hal ini dibiarkan maka keunikan taman ini hanyalah hamparan sabana biasa.

i.    Sumur Penganten
      Cabang jalan lain yang menyeberangai tempat terbuka ini akan menjumpai kembali pohon krinyu beberapa meter dan kemudian kita akan bertemu dengan jalan setapak yang lumayan lebar dan datar yang melintasi areal hutan pohon krinyu yang sangat luas dan seratus meter ke arah kanan kita akan menjumpai sumur penganten yang terletak paling ujung selatan hutan krinyu dan berbatasan dengan bukit dengan hutan belantara.
Di areal ini terdapat dua buah sumur yaitu sumur lanang (laki-laki) dan sumur wadon (perempuan). Sumur yang biasa dipakai peziarah yang mencari pesugihan, adalah sumur wadon. Kita bisa menuruni sumur ini lewat anak tangga sampai separoh badan sumur kemudian tangga berikutnya tangga besi vertikal  sampai dasar sumur. Di dasar sumur tersebut terdapat penampungan air yang banyak diambil para pengunjung untuk pesugiahan. Pada hari-hari tertentu tempat ini banyak dikunjungi peziarah dari berbagai daerah baik dari Jawa Tengah, Jawa Barat, bahkan Jawa Timur.

j.    Alas Krinyu/Kreo (Hutan Krinyu/Kreo)
      Areal ini dibatasi Sumur Penganten pada ujung sebelah Selatan dan Pondok Growong pada ujung utara jaraknya hampir setengah jam berjalan tanpa henti dengan kanan kiri pohon krinyu setinggi dua meter dan tumbuh sangat lebat serta rapat sehingga membentuk lorong yang sangat panjang. Pemandangan ini sangat langka dan sangat indah. Jalan setapaknya cukup lebar dan datar. Tapi dibalik keindahan dan kelangkaannya, justru tempat tersebut adalah sebagai tempat yang paling menyeramkan yaitu yang dijuluki “Pasar Setan”.
Katanya di tempat ini kadang-kadang ada yang menjumpai suara hiruk pikuk pasar tetapi tidak ada wujudnya. (Believe it or not).
Dan kemudian pada dua pertiga perjalanan kita akan menjumpai persimpangan dipinggir jembatan yang menyeberangi sungai kecil. Kalau lurus menyeberangi jembatan menuju pondok Growong dan menuju jalur pulang Dk. Kaliwadas Kecamatan Sirampog, dan jika ke kanan menuju puncak gunung Slamet. Kita berbelok ke kanan dengan kodisi jalan setapak yang masih datar, dan pepohonan krinyu mulai ditinggalkan dan kembali masuk hutan dan setengah jam kemudian kita sudah berhadapan dengan tanjakan pertama sebentar tapi cukup melelahkan. Ujung tanjakan merupakan punggungan sebuah bukit lereng gunung Slamet. Selama tiga jam mengikuti lekuk punggungan bukit dengan jalan yang berfariasi, menanjak landai, datar berbelok-belok dengan pemandangan monoton hutan belantara.

k.    Tugu Pertamina
      Entah kenapa tugu atau tempat ini dinamai Pertamina. Tempat ini berada pada sebuah cerukan bukit di bawah Igir Malang. Di tempat ini pemandangan sudah mulai agak terbuka dan di sana-sini sudah mulai nampak bunga Edelweiss. Hal itu menandakan tempat ini sudah berada di ketinggin. Igir Malang sebagai bukit dan tanjakan terakhir serta Puncak Slamet di belakangnya sudah di depan mata. Dari Tugu Pertamina jalan naik sedikit menuju kaki Igir Malang.

l.    Igir Malang
Puncak Slamet dan buangan kawahnya dilihat dari Igir Malang
    Igir Malang (Bukit Melintang) adalah tanjakan terakhir yang paling panjang dan melelahkan. Akan tetapi, pendaki akan disuguhi pemandangan yang luar biasa indahnya. Pendaki akan menaiki bukit dengan kemiringan 60o dibawah rerimbunan pohon edelweiss serta semak ilalang. Sebelah kanan dan kiri bukit terdapat jurang menganga dengan latar belakang puncak Slamet yang gersang dengan jalur laharnya dan begitu megahnya. Dengan bebatuan yang merah kecoklatan serta jalur lahar yang sangat besar serta bebatuan vulkaniknya yang hitam kelam di lerengnya yang membuat betapa kecil diri kita melihat ciptaan Tuhan yang sedemikian megah. Pemandangan ini mengobati kelelahan pada medan yang terberat ini. Setelah sampai di puncak igir malang, jalan setapak kemudian bertemu dengan jalur Baturraden, jalan kembali datar dan sesekali menurun kemudian menanjak beberapa meter, lalu sampailah ke batas vegetasi, yaitu batas bahwa tempat tersebut merupakan tempat tumbuhan terakhir yang tumbuh. Orang sekitar menamai tempat ini “Plawangan” (pintu), karena seolah-olah tempat ini merupakan pintu gerbang menuju Puncak Slamet. Tempat ini sudah berada pada ketinggian 2.900 M dpl dengan suhu udara yang sudah cukup menggigil pada siang hari dan akan berubah lebih ekstrim lagi pada malam hari hampir mendekati 0o C bahkan bisa minus atau di bawah 0o.  Dan pendaki sudah berhadapan dengan Puncak Slamet yang gersang dan megah dangan jalur lahar di sebelah kiri yang membentuk gundukan bongkahan batu hitam raksasa dari puncak gunung menuju lembah di bawahnya. Pemandanganpun sudah terbuka lebar dengan hamparan awan di bawah kita dan Gunung Ceremai kelihatan di cakrawala sebelah barat kita. Sampai disini kelelahan pendaki terobati oleh pemandangan yang tiada duanya sambil menunggu Matahari terbenam (Sun set) dengan sinar merahnya yang menerpa hamparan awan menyambut malam.

m.    Puncak Slamet
      Setelah bermalam sebentar dalam tenda dengan suhu yang sangat ekstrim dinginnya, pada pukul dua dini hari, pendaki mulai dibangunkan untuk melakukan Summit Attack (penaklukan puncak).
Saya dengan latar belakang Tapal Kuda Kawah Slamet
Pada jalur ini adalah jalur terbuka tanpa tumbuh-tumbuhan sepanjang ± 500 m dengan bebatuan tajam yang mudah longsor banyak ceruk-ceruk di kanan kiri. Medan ini bisa ditempuh paling cepat duapuluh menit bahkan bisa berjam-jam tergantung kondisi fisik. Di sini kehati-hatian dalam berpijakan pada batu mutlak diperlukan, karena jika tidak bisa terluka karena terjatuh dan tergelincir di atas bebatuan cadas yang tajam. Beberapa meter menuju puncak, medan yang didaki mulai lebih tegak dan berpasir sehingga tidak ada batu untuk berpegangan. Dan pada akhir tanjakan, pendaki akan melihat pemandangan puncak Slamet dengan hamparan kawahnya yang sangat luas, yang berbentuk kaldera. Puncak ini adalah puncak bayangan yaitu bibiran kawah tipis seperti pematang dengan dinding kawah yang tegak lurus dan dalam. Kemudian pendaki melipir bibir kawah yang tipis ke kanan kemudian naik punggungan tipis dengan kemiringan 45o setelah sampai atas, punggungan tipis itu menjadi lebar dan tempat inilah puncak tertinggi yaitu bibir kawah sebelah Selatan yang ditandai dengan tugu ketinggian  bertuliskan 3.428 m dpl dan dari sini kita bisa melihat keempat kawahnya dengan lubang kawah utama berada di tengah-tengah, dan sebelah Timur Laut kompleks kawah terdapat lembah lautan pasir (kawah mati).